.
Pengertian Tindak Pidana Pencabulan
Terdapat
perbedaan definisi pencabulan pada berbagai Negara. Bila melihat definisi
pencabulan yang diambil dari Amerika Serikat, maka definisi pencabulan yang
diambil dari The National Center on Child
Abuse and Neglect US, ’sexual assault’ adalah “Kontak atau
interaksi antara anak dan orang dewasa dimana anak tersebut dipergunakan untuk
stimulasi seksual oleh pelaku atau orang lain yang berada dalam posisi memiliki
kekuatan atau kendali atas korban”. Termasuk kontak fisik yang tidak pantas,
membuat anak melihat tindakan seksual atau pornografi, menggunakan seorang anak
untuk membuat pornografi atau memperlihatkan alat genital orang dewasa kepada
anak. Sedangkan Belanda memberikan pengertian yang lebih umum untuk pencabulan,
yaitu persetubuhan di luar perkawinan yang dilarang yang diancam pidana.
Indonesia sendiri tidak memiliki pengertian kata ’pencabulan’ yang cukup jelas.
Bila mengambil definisi dari buku Kejahatan Seks dan Aspek Medikolegal Gangguan
Psikoseksual, maka definisi pencabulan adalah semua perbuatan yang dilakukan
untuk mendapatkan kenikmatan seksual sekaligus mengganggu kehormatan
kesusilaan. Namun, tidak ada definisi hukum yang jelas yang menjelaskan arti
kata pencabulan itu sendiri, baik dalam KUHP, UU Perlindungan Anak maupun UU
anti KDRT
2.
Jenis-Jenis Tindak Pidana Pencabulan
Dalam KUHP perbuatan cabul diatur dari pasal 289
sampai pasal 296, dimana dikategorikan sebagai berikut:
a.
Perbuatan
cabul dengan Kekerasan atau ancaman kekerasan
Hal ini dirumuskan pada
pasal 289 KUHP sebagai berikut:
“Barang siapa dengan
kekerasan atau dengan ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau
membiarkan dilakukan padanya perbuatan cabul, dihukum karena salahnya melakukan
perbuatan melanggar kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan
tahun”.
Persepsi terhadap kata “cabul”
tidak di muat dalam KUHP. Kamus Besar
Bahasa Indonesia memuat artinya sebagai berikut:
“Keji dan kotor, tidak
senonoh (melanggar kesopanan, kesusilaan)”
Dalam kamus lengkap, Prof. Dr. S. Wojowasito, Drs. Tito Wasito
di muat artinya dalam bahasa inggris.
“Indecent,
dissolute, pornographical”
Umumnya cabul diterjemahkan dengan “dissolute”. Pada “The Lexicon Webster Dictionary” dimuat artinya:
“Loose in behavior and
morals”.
Mr.
J.M. Van Bemmelen terhadap arti kata cabul mengutarakan antara lain:
“………………. Pembuat undang-undang sendiri tidak
memberikan keterangan yang jelas tentang pengertian cabul dan perbuatan cabul
dan sama sekali menyerahkan kepada hakim untuk memutuskan apakah suatu tindakan
tertentu harus atau dapat dianggap sebagai cabul atau tidak”.
Pada RUU KUHP, pasal 289 KUHP diambil alih pada pasal 390
(14.14) yang pada penjelasan resmi berbunyi sebagai berikut:
“Pasal ini sama dengan pasal
289 KUHP.
Disini tindak pidananya
adalah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau
membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul. Yang dimaksud dengan
perbuatan cabul ialah segala perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan
lain yang keji dan semuanya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin.
Sebagai tindak pidana
menurut pasal ini tidaklah hanya memaksa seseorang melakukan perbuatan cabul,
tetapi juga memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dikarenakan untuk menunjukan
sifat berat dari tindak pidana sebagai perbuatan yang sangat tercela, maka
diadakan minimum khusus dalam ancaman pidananya”.
Ancaman
pidana dalam KUHP maupun pada RUU KUHP adalah sama yakni Sembilan tahun
penjara.
Sebagaimana pada “perkosaan”, kekerasan atau ancaman kekerasan
tersebut, harus dapat dibuktikan.
Perbuatan cabul sebagaimana dijelaskan pada RUU KUHP adalah
dalam lingkungan nafsu birahi kelamin misalnnya:
-
Seorang
laki-laki dengan paksa menarik tangan seorang wanita dan menyentuhkan pada alat
kelaminnya.
-
Seorang
laki-laki merabai badan seorang anak laki-laki dan kemudian membuka kancing
baju asank tersebut untuk dapat mengelus
dan menciuminya. Pelaku melakukan hal tersebut untuk memuaskan nafsu
seksualnya.
b.
Perbuatan
cabul dengan orang pingsan
Hal ini
dimuat pada pasal 290 ayat (1) KUHP yang rumusannya sebagai berikut:
“Di hukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya tujuh tahun:
1.
barang
siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahuinya bahwa orang
itu pingsan atau tidak berdaya.”
Kata
“pingsan” di sinonimkan dengan
kata-kata “tidak sadar”, “tidak ingat”, sedang kata “tidak berdaya” adalah “tidak bertenaga” atau sangat lemah.
Kata “diketahuinya”
adalah rumusan dolus atau sengaja. Dengan demikian si pelaku mengetahui bahwa
yang dicabulinya tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak sadar.
Pada RUU KUHP, pasal 290 KUHP diambil alih menjadi 391 (14.15).
Hal ini jelas dari penjelasan pasal tersebut yang rumusannya antara lain:
“Pasal ini sama dengan pasal
290 KUHP
Menurut pasal melakukan
perbuatan cabul itu adalah dengan seseorang yang diketahuinya orang itu pingsan
atau tidak berdaya; …………..”
Ancaman pidana berdasarkan RUU KUHP menjadi Sembilan tahun.
Dipandang dari segi kemanusiaan dimana orang pingsan atau tidak berdaya
memerlukan pertolongan tetapi keadaan tersebut dimanfaatkannya, prilaku
demikian sangat tercela. Dengan demikian wajar ancaman pidananya diperberat.
c.
Perbuatan
cabul dengan orang yang belum 15 tahun
Hal ini di
muat pada pasal 290 ayat (2) KUHP yang bunyinya sebagai berikut:
“Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh
tahun:
1.
……………………………………………………………….
2.
Barang
siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang sedang diketahuinya atau patut
dapat disangkanya, bahwa umur orang itu belum cukup lima belas tahun atau kalau
umurnya tidak jelas, bahwa orang itu belum pantas untuk dikawin.”
Pasal ini merupakan perlindungan terhadap anak /
remaja. Perlu diperhatikan bahwa pada pasal tersebut tidak ada kata “wanita”
melainkan kata “orang”. Dengan demikian, meskipun dilakukan terhadap anak /
remaja pria, misalnya oleh homoseks atau yang disebut sehari-hari oleh “tante
girang” maka pasal ini dapat diterapkan. Tetapi jika sejenis maka hal itu di
atur pasal 292.
Kata “diketahuinya atau patut disangka” merupakan
unsure kesalahan (dolus atau culpa) terhadap umur yakni pelaku dapat
mendugabahwa umur anak / remaja tersebut belum lima belas tahun.
Sebagaimana diutarakan sebelumnya, pasal 290 KUHP di ambil alih oleh RUU KUHP. Seyogyanya pada
RUU KUHP tersebut dimuat “umur 16 tahun” agar dengan demikian sinkron dengan
undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
b.
Membujuk
orang yang belum 15 tahun untuk dicabuli
Hal ini di
atur pada pasal 290 ayat (3) yang rumusannya sebagai berikut:
“Dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya tujuh tahun:
1.
……………………………………………………………….
2.
……………………………………………………………….
3.
Barang
siapa yang membujuk seseorang, yang diketahui atau patut disangkanya bahwa umur
orang itu belum cukup lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas yang
bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan padanya perbuatan cabul ………………………………………………………..”
Hal ini tidak ada perbedaan dengan
penjelasan sebelumnya kecuali “pelaku”.
Pelaku pada pasal 290 ayat (3) bukan pelaku cabul tetapi “yang membujuk”.
c.
Perbuatan
cabul dengan orang yang belum dewasa yang sejenis
Hal ini
diatur pada pasal 292 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:
“ orang dewasa yang
melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang belum dewasa, yang sejenis
kelamin dengan dia, yang diketahuinya atau patut disangkanya belum dewasa
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun.”
Pasal ini melindungi orang yang belum dewasa dari orang yang
dikenal sebagai “homoseks” atau “Lesbian”. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia di muat arti homoseksual” dan “lesbian”:
“Dalam keadaan tertarik
terhadap orang dari jenis kelamin yang sama (homoseksual), sedang “lesbian”:
wanita yang cinta birahi kepada sesama jenisnya; wanita homoseks.”
Pada umumnya pengertian sehari-hari, homoseks dimaksudkan bagi
pria sedang lesbian dimaksudkan bagi wanita. Kurang jelas kenapa terjadi hal
ini karena dari arti sebenarnya “homoseksual” adalah perhubungan kelamin antara
jenis kelamin yang sama. Kemungkinan karena untuk wanita disebut lesbian maka
untuk pria disebut homo seksual.
Bagi orang dibawah umur, perlu dilindungi dari orang dewasa
yang homoseks / lesbian, karena sangat berbahaya bagi perkembangannya.
Pada RUU KUHP pasal 292 KUHP di ambil alih dengan perubahan
mengenai ancaman pidana yang menjadi “paling lama tujuh tahun dan paling rendah
satu tahun” (pasal 393/14.17 RUU KUHP)
d.
Dengan
pemberian menggerakkan orang belum dewasa berbuat cabul
Hal ini
diatur pada pasal 293 KUHP yang rumusannya sebagai berikut:
(1)
Barang
siapa dengan hadiah atau perjanjian akan member uang atau barang, dengan salah
memakai keuasaas yang timbul dari pergaulan atau denga memperdayakan, dengan
sengaja mengajak orang dibawah umur yang tidak bercacat kelakuanya, yang
diketahuinya atau patut dapat disangkanya dibawah umur, mengerjakan perbuatan
cabul dengan dia atau membiarkan perbuatan cabul itu dengan dia, di hukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun.
(2)
Penuntutan
tidak dilakukan melainkan atas pengaduan orang yang terhadapnya kejahatan itu
dilakukan.
(3)
Tenggang
tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini lamanya masing-masing Sembilan bulan
dan dua belas bulan.”
Ayat (1) pasal
ini, di ambil alih oleh pasal 394 (14.18) RUU KUHP dengan tambahan “atau
persetubuhan”.
Penjelasan resmi RUU KUHP terhadap pasal tersebut dirumusakan sebagai
berikut:
“Pasal
ini hamper sama dengan pasal 293 KUHP lama. Tindak pidana menurut pasal ini
adalah menggerakkan seseorang yang belum dewasa dan berkelakuan baik untuk
melakukan perbuatan cabul ataupersetubuhan dengannya atau membiarkan terhadap
dirinya dilakukan perbuatan cabul. Sebagai alat untuk tindak pidana
mennggerakkan seseorang itu adalah member hadiah atau berjanji akan memberi
uang atau barang dan dengan jalan demikian pelaku lalu menyalahgunakan wibawa
yang timbul dari hubungan keadaan atau dengan demikian menyesatkan orang
tersebut. Orang disesatkan atau digerakkan itu haruslah belum dewasa atau
diketahuinya belum dewasa atau patut harus di duganya bahwa orang itu belum
dewasa. Sementara itu seseorang yang belum dewasa atau yang diketahuinya belum
dewasa atau yang patut harus diduga bahwa ia belum dewasa tersebut adalah
berkelakuan baik.”
RUU KUHP tersebut terhadap kejahatan 293 KUHP, lebih
tepat karena lebih dapat diterima akal sehat bahwa kejahatan terhadap orang
yang belum dewasa merupakan tindak pidana biasa.
e.
Perbuatan
cabul dengan orang yang belum dewasa yang dilakukan orang tua atau yang
mempunyai hubungan
Hal
ini di atur pada pasal 294 KUHP yang rumusannya sebagai berikut:
(1) “barang siapa
melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak
dibawah pengawasannya, yang belum dewasa atau dengan orang yang belum dewasa
yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya atau
pun dengan bujangnya atau bawahannya
yang belum dewasa, di ancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”
(2) Di ancam dengan
pidana yang sama:
1. Pejabat yang
melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dibawahnya atau orang yang
dipercayakan atau diserahkan padanya.
2. Pengurus,
dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat bekerja
kepunyaan Negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit gila, lembaga
social, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukan kedalamnya.
Pada kasus “pelecehan
seksual” yang selalu diributkan terutama antara atasan dengan bawahan pada
hakikatnya dilindungi dengan pasal ini. Namun perlu disadari bahwa
pembuktiannya bukan hal yang tidak rumit. Misalnya sorang direktur, pada suatu
hari karena melihat pakaian sekretarisnya mencolok, akhirnya menimbulkan
keinginan baginya untuk mengelus-elus pantat dan payudaranya. Karena tidak ada
saksi lain atau alat bukti lain, bukan mustahil direktur tersebut menjadikan
sekretaris tersebut sebagai tersangka.
Pasal 294 KUHP, pada RUU KUHP diambil alih sebagaimana
dimuat pada penjelasan resmi pasal 395 (14.19) yang bunyinya sebagai berikut:
“Pasal
ini sama dengan pasal 294 KUHP lama
Tindak pidana yang disebutkan dalam pasal ini adalah melakukan perbuatan
cabul atau persetubuhan, yang telah disebut juga dalam pasal-pasal sebelumnya.
Menurut pasal ini perbuatan cabul atau persetubuhan dilakukan dengan
mereka yang dikategorikan khusus yaitu yang dipercayakan padanya untuk diasuh,
dididik atau dijaga. Demikian juga jika yang melakukan perbuatan cabul atau
persetubuhan adalah pegawai negri dan dilakukan
dengan orang yang dalam pekerjaannya adalah bawahannya, atau dengan
orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga.
Menurut pasal ini maka perbuatan-perbuatan cabul atau persetubuhan
adalah suatu tindak pidana biasa.”
Rumusan pasal 294 KUHP dengan pasal 395
(14.19) RUU KUHP sebenarnya tidak sama. Ketidaksamaannya adalah penambahan
ancaman pidana yakni pada RUU KUHP menjadi dua belas tahun penjara dan
penambahan kata “atau persetubuhan”. Pada pasal 294 KUHP tidak ada kata
“persetubuhan”. Tampaknya masih dicampur baurkan antara “cabul” dengan
“persetubuhan”. Perbuatan cabul tidak menimbulkan kehamilan tetapi persetubuhan
dapat menimbulkan kehamilan.
f.
Memudahkan
anak dibawah umur untuk berbuat cabul
Hal ini di atur pada pasal 295 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:
(1) Di hukum:
1. Dengan hukuman
penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau
memudahkan anaknya, anak tirinya atau anak piaraanya, anak yang dibawah
pengawasannya semuanya dibawah umur yang diserahkan padanya supaya
dipeliharanya, dididik atau dijaganya, atau bujangnya atau orang bawahannya,
keduanya dibawah umur yakni semua orang tersebut itu melakukan perbuatan cabul
dengan orang lain;
2. Dengan hukuman
penjara selama-lamanya empat tahun barang siapa ddengan sengaja menyebabkan
atau memudahkan dalam hal di luar yang di sebut pada butir 1 orang yang dibawah
umur, yang diketahui atau patut dapat disangkanya bahwa ia dibawah umur,
melakukan perbuatan cabul dengan orang lain.
(2) Kalau melakukan
kejahatan itu oleh yang bersalah dijadikan pekerjaan atau kebiasaan, maka
hukuman itu boleh ditambah sepertiganya.
Menyebabkan atau memudahkan itu harus dilakukan dengan sengaja,
misalnya:
-
Seorang ibu membiarkan anaknya yang masih dibawah umur
tanpa orang lain berduaan dengan seorang laki-laki dalam sebuah kamar.
RUU KUHP pada pasal 397 (1421) mengambil alih Pasal 295 KUHP dengan
perubahan ancaman pidana yakni menjadi dua belas tahun penjara. Penjelasan Pasal
RUU KUHP tersebut berbunyi sebagai berikut :
“Pasal
ini hampir sama dengan Pasal 295 KUHP lama.
Tindak
pidana ini terdiri atas menghubungkan atau memudahkan orang lain melakukan
perbuatan cabul atau persetubuhan dengan orang-orang tertentu yang tersebut
dalam pasal ini dalam ke-2 orang lain yang disebut dalam ke-1 dirumuskan secara
umum yaitu mereka yang diketahuinya atau patut harus menduganya belum dewasa.
Menurut ayat kedua dari pasal ini tindak pidana tersebut ancamannya diperberat
secara khusus jika dilakukan sebagai pekerjaan atau kebiasaan.”
g.
Mata
pencaharian mengadakan / memudahkan
perbuatan cabul
Hal ini diatur pasal 296 KUHP yang bunyinya sebagai berikut.
“barang siapa yang pekerjaanya atau kebiasaanya dengan sengaja
mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda
sebanyak-banyaknya seribu rupiah.”
Kata “pekerjaanya” juga pada
teks lain dipakai “pencahariannya”. Dimaksudkan bahwa yang bersangkutan menerima
bayaran. Kata “sengaja” ditunjukan pada mengadakan atau memudahkan perbuatan
cabul. Kata “kebiasaan” berarti telah berulang-ulang dan hal ini harus
dibuktikan.
Dahulu, Hoge Raad (6 oktober 1942)
menafsirkan bahwa menyewakan kamar untuk memberi kesempatan melakukan perbuatan cabul dengan
orang lain. Telah termasuk pengertian memudahkan. Pendapat demikian itu, pada
saat ini sulit diterima. Karena dengan perkembangan dan kemajuan dunia, dunia
bisnis telah pula berkembang dengan pesat. Sehingga persaingan semakin ketat
dan upaya menngkatkan pelayanan juga tidak terlepas dari persaingan. Usaha /
bisnis hotel, motel maupun penginapan. Sudah enggan menanyakan identitas
tamunya. Telah dirasa cukup bila tamu tersebut mengisi formulir atau mengisi
buku tamu, tetapi bagi motel hal yang demikian telah jarang diperlakukan, cukup
kalau tamu tersebut telah membayar, selanjutnya yang menyewa kamar tersebut apa
dia sendiri atau dengan orang lain menemaninya, tidak menjadi persoalan
baginya. Pada umumnya bisnis motel dimana-mana memang demikian. Bahkan penyewa
telah dapat langsung dengan kendaraannya kegarasi sehingga siapa yang berada
dalam mobil, tidak ada yang mengetahui. Seadangkan pembayaran langsung ditagih
pegawai motel tersebut.
Selain dari hal yang diutarakan diatas,
tampaknya pasal ini tidak dapat diterapkan pada lokalisasi wanita tuna susila
(wts). Bahwa tampaknya masyarakat telah dapat menerima adanya tempat lokalisasi
WTS dari pada tersebar dimana-mana.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka pasal
296 KUHP tidak dapat diperlakukan terhadap areal lokalisasi WTS.
RUU KUHP
masih mempertahankan pasal 296 KUHP yang diambil alih pada pasal 398 (14.22)
bahkan meningkatkan sangsi pidana menjadi “dua belas tahun penjara”. Hal ini
jelas di muat pada penjelasan resmi pasal 398 (14,22) yang bunyinya sebagai
berikut:
“pasal
ini hamper sama dengan pasal 296 KUHP lama.
Pasal
ini diadakan untuk memberantas bordil-bordil atau tempat-tempat pelacuran yang
banyak terdapat di kota-kota di Indonesia. Disini dijadikan pula sebagai
unsur-unsur “menjadikan sebagai pekerjaan atau kebiasaan”, dengan pekerjaan
dimaksudkan bilamana dalam usaha itu dilakukan pembayaran-pembayaran, sedangkan
dalam pengertian kebiasaan termasuk bahwa orang tersebut melakukannya lebih
dari satu kali. Ancaman pidana penjara minimum adalah untuk menunjukan sifat
berat tindak pidananya.”
Persepsi tentang “kebiasaan” pada
penjelasan tersebut, tidak tepat. Lebih dari satu kali, dapat menjadi dua kali
sedang jika dua kali saja umumnya belum dapat disebut berulang-ulang. Dua kali
baru dapat dikatakan berulang.